Lagi-lagi tentang Kabupaten Tanah Datar
dimana penulis dibesarkan dengan kearifan local yang mengedepankan kereligiusan
agama Islam dalam keseharian masyarakatnya. Sepertinya penulis terlalu rindu dengan kampung halaman.
Daerah Tanah Datar khususnya,
memiliki peranan cukup besar dalam perkembangan sejarah adat Minangkabau secara
keseluruhan. Sejarah Minangkabau diawali dengan penelusuran sejarah purbakala
Minangkabau. Menurut Rasyid Manggis dalam Amir M. S (2003) menyatakan di daerah
SumatraBarat belum pernah dijumpai fosil-fosil manusia maupun benda budaya
darizaman paleolithik, mesolithik maupun zaman neolithik yang dapat memberi
petunjuk bahwa daerah itu telah didiami manusia.
Penelitian yang dilakukan Lembaga
Purbakala Ditjen KebudayaanDepartemen PDK (1973; dalam Amir M.S (2003)) tidak
menemukan fosil-fosilmanusia, hewan atau benda budaya lainnya. Namun terdapat
penemuan pecahan tembikar, hal ini memberi petunjuk bahwa ngalau-ngalau pernah
didiami manusia pada masa prasejarah terakhir. Peninggalan lain yang ditemukan
di Sumatera Barat adalah peninggalan kebudayaan pada jaman megalithikum yaitu
mendirikandusun kemudian mendirikan kampung-kampung. Kampung yang
mula-mula didirikan adalah Kampung Sungkayan.
Tambo Minangkabau meyebutkan
bahwa orang Minang berasal dariketurunan Iskandar Zulkarnaen. Mereka datang
dengan perahu dan kandas didaerah Gunung Merapi yang disebut daerah Jambu
Limpo. Dari sanalah kemudian menyebar ke daerah sekitarnya. Namun terdapat
anggapan bahwa asal-usul orangMinangkabau bukan dari puncak Marapi melainkan
dari Dong son Vietnam (H.Matias Pandoe, Kompas, (30 Desember 1985;dalam Amir M.
S, 2003)).Pernyataan tersebut didasarkan pada mulai terkuaknya sejarah dengan
temuan tujuh kerangka tulang manusia yang digali di bawah batu-batu menhir, di
Situs Bawah Parit, Desa Mahar, Kecamatan Suliki atau Gunung Mas, Kabupaten 50 Kota,
Sumatera Barat.
Peninggalan tradisi megalitik ini
lebih otentik. Kerangka manusia itu diperhitungkan para ahli purbakala berusia
2000 tahun. Subagyo dalam (Amir M.S, 2003) menyatakan bahwa bukan tidak mungkin
peninggalan batu menhir di bawah parit mewakili abad sebelum masehi, yaitu 300
tahun SM. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sekitar 5000 tahun yang lalu,
nenek moyang orang Minangkabau telah bermukim di Ranah Minang dan mengembangkan
adat Minangkabau.
Pada saat Agama Islam masuk pada
abad ke-7, masyarakat Minagkabau telah menjadi masyarakat yang teratur, selama
lebih dari 3600 tahun yang diatur oleh adatnya. Baru pada sekitar abad ke-7,
Islam mulai diterima oleh masyarakatadat di Minangkabau sebagai pedoman dan
pengatur hidup dan kehidupan yang baru. Sejak abad ke-7 sampai sekarang ini,
pergumulan antara dua pedoman hiduporang-orang Minang masih berjalan. Hal ini
disebabkan kedua pedoman hidup ini tidak sejalan dan searah. Bahkan ada kalanya
bertentangan sehingga dalam masyarakat timbul gejala polarisasi, Antara kelompok
yang lebih memihak antara kepentingan adat dengan golongan yang menonjolkan
ketentuan agama.
Polarisasi paling terkenal yang
mengakibatkan timbulnya perselisihan antara kaum adat dan agama adalah Perang
Paderi. Di Minangkabau sendiri,dikenal dengan perang antara golongan hitam atau
kaum adat dengan golongan putih atau kaum ulama. Disebut sebagai golongan hitam
dan putih, karena pakaian yang biasa dipakai kedua kelompok. Biasanya kaum adat
memakai pakaian hitam yaitu pakaian penghulu, dan para ulama memakai pakaian
putih. Dalam kehidupan sehari-hari sampai sekarang banyak penghulu yang menjadi
ulama, dan sebaliknya banyak pula ulama yang menjadi penghulu adat.
Pada akhir abad ke tiga belas,
daerah ini diberitakan lagi dengan adanya ekspedisi Kertanegara. Pada abad ke
empat belas terdapat prasasti Adityawarmandi sekitar Batu Sangkar. Pada tahun
1347 Adityawarman yang dibesarkan diKraton Majapahit memegang kekuasaan di
daerah penghasil lada di lembah Batanghari. Daerah kekuasannya meluas sehingga
pusat kerajaan akhirnya dipindahkan ke pedalaman Minangkabau di Pagaruyung.
Dalam cerita-cerita rakyat, tambo, kaba, legenda dan mitos Minangkabau, Raja
Adityawarman ini tidak pernah tercatat. Adityawarman meninggal dunia tahun 1375
dan tidak diberitakan siapa penggantinya. Baru dua abad kemudian Minangkabau
diperintah seorang raja Pagaruyung Minangkabau yang beragama Islam yaitu Sultan
Alif. Setelah Sultan Alif meninggal tahun 1580, tidak diketahui siapa
penggantinya.
Islam masuk di Minangkabau secara
bergelombang sejak abad ke-7sampai akhir abad ke-17, dilakukan melalui proses
integrasi damai, disebut juga dengan istilah Islamisasi Kultural. Islam diterima
dalam masyarakat tanpa membuang adat. Proses Islamisasi semacam ini berakibat
adanya pencampuran antara ajaran Islam dengan aturan adat. Proses ini berjalan
dalam masyarakat selama 10 abad. Hal ini berarti dalam tempo tersebut antara adat
dengan agama telah terjadi kehidupan yang saling melindungi. Hal ini dapat
dilihat dengan adanya pepatah adat yang berbunyi:
Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Keseimbangan semacam ini berlanjut sampai pada akhir Perang Paderi 1837 (Amir
M. S, 2003).
Salam Sobat Indonesia Travelers,
Irwan Hermantria
mantab da :D
ReplyDeletePromosi kampung halaman
ReplyDelete