Sobat Indonesia Travelers,
Beberapa waktu lalu pada saat libur lebara Idil Fitri 2016, selayaknya para perantau minang "pulang kampuang" melepas kerinduan setelah sekian lama lelah dalam rutinitas di perantauan.
Sedikit cerita tentang benteng Fort De Kock yang sempat saya dan keluarga kunjungi, setidaknya ini untuk kali pertamanya.
Selain daya tarik alam dan kulinernya, Kota Bukittinggi menyimpan
banyak peninggalan dari masa pemerintahan Hindia-Belanda yang menjadi
daya tarik wisata sejarah. Selain Jam Gadang yang menjadi ikon kota dan
rumah kelahiran Sang Proklamator Bung Hatta, kota ini juga memiliki
sebuah benteng bersejarah yang patut untuk dikunjungi.
Benteng itu adalah Fort de Kock, sebuah benteng penting dalam catatan
sejarah perjuangan masyarakat Bukittinggi mengusir penjajah. Benteng
yang terletak di puncak Bukit Jirek ini menjadi saksi kegigihan pasukan
Paderi yang dipimpin oleh Imam Bonjol dalam melawan pasukan Hindia
Belanda.
Benteng ini didirikan sekitar tahun 1826 oleh Johan Heinrich Conrad
Bauer yang saat itu berpangkat kapten dan memimpin salah satu satuan
pasukan tentara Hindia-Belanda ke wilayah pedalaman Sumatera Barat.
Benteng ini sebenarnya diberi nama 'Sterreschans' yang memiliki arti
benteng pelindung.
Nama Fort de Kock sebenarnya merupakan nama lain dari lokasi dimana
benteng itu berdiri, yaitu Bukit Jirek. Nama lokasi ini didedikasikan
Bauer kepada pejabat Letnan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda yang
sekaligus Komandan Militer (commandant der troepen) kala itu, Hendrik
Merkus Baron de Kock.
Keberadaan benteng ini di Kota Bukittinggi tidak dapat dipisahkan
dari sejarah Perang Paderi (1803–1838). Pertikaian antara Kaum Adat yang
masih berpegang adat lama dan Kaum Paderi yang berpegang pada syariat
Islam berujung pada masuknya tentara Hindia-Belanda ke dalam konflik
tersebut.
Pemerintah Hindia-Belanda yang dimintai bantuan oleh Kaum Adat dengan
leluasa mendirikan sejumlah benteng di wilayah dataran tinggi (darek)
Minangkabau untuk mengalahkan Kaum Paderi, di antaranya Fort de Kock di
Bukittinggi dan Fort van der Capellen di Batusangkar. Perjanjian
kerjasama antara Kaum Adat dan Hindia-Belanda tersebut pada akhirnya
berbalik merugikan Kaum Adat sendiri dan menyebabkan runtuhnya Kerajaan
Pagaruyung.
Bisa dikatakan hampir tidak ada yang tersisa dari bangunan asli
benteng yang terletak sekitar 1 km di sebelah utara Jam Gadang ini.
Pemandangan yang terlihat hanya sisa-sisa parit yang pernah ada di
benteng tersebut. Di atas area benteng ini, kini berdiri sebuah bangunan
bercat hijau yang dapat digunakan oleh pengunjung untuk melihat
pemandangan sekeliling Kota Bukittinggi. Karena ketiadaan wujud dari
benteng aslinya, bangunan inilah yang sering diabadikan orang dalam
foto-foto perjalanan mereka menyambangi Benteng Fort de Kock.
Thursday, 4 August 2016
Home »
benteng fort de kock
,
bukittinggi
» Bukittinggi - Benteng Fort de Kock Jejak Sejarah Era Perang Paderi
Bukittinggi - Benteng Fort de Kock Jejak Sejarah Era Perang Paderi
About Me
- Irwan Hermantria
- Dear Sobat Netizens, Aku terlahir di sebuah kampung kecil bernama SUNGAYANG yang berada di Sumatera Barat yg identik dengan Suku Minang, Minang memiliki ikon kerajaan berupa Istana Pagaruyung. Tak Jauh dari istana itulah aku dibesarkan dengan kearifan lokal yang sangat kental. Dan aku Bangga sebagai Orang MINANG. Beberapa perjalanan panjangku dalam mengarungi hidup membuat aku tertarik untuk berbagi di dalam blog ini.
0 comments:
Post a Comment