Wednesday 18 March 2015

Kabupaten Tanah Datar dan Alam Minang Kabau



Lagi-lagi tentang Kabupaten Tanah Datar dimana penulis dibesarkan dengan kearifan local yang mengedepankan kereligiusan agama Islam dalam keseharian masyarakatnya. Sepertinya penulis terlalu rindu dengan kampung halaman.

Daerah Tanah Datar khususnya, memiliki peranan cukup besar dalam perkembangan sejarah adat Minangkabau secara keseluruhan. Sejarah Minangkabau diawali dengan penelusuran sejarah purbakala Minangkabau. Menurut Rasyid Manggis dalam Amir M. S (2003) menyatakan di daerah SumatraBarat belum pernah dijumpai fosil-fosil manusia maupun benda budaya darizaman paleolithik, mesolithik maupun zaman neolithik yang dapat memberi petunjuk bahwa daerah itu telah didiami manusia.


Penelitian yang dilakukan Lembaga Purbakala Ditjen KebudayaanDepartemen PDK (1973; dalam Amir M.S (2003)) tidak menemukan fosil-fosilmanusia, hewan atau benda budaya lainnya. Namun terdapat penemuan pecahan tembikar, hal ini memberi petunjuk bahwa ngalau-ngalau pernah didiami manusia pada masa prasejarah terakhir. Peninggalan lain yang ditemukan di Sumatera Barat adalah peninggalan kebudayaan pada jaman megalithikum yaitu mendirikandusun kemudian mendirikan kampung-kampung. Kampung yang mula-mula didirikan adalah Kampung Sungkayan.


Tambo Minangkabau meyebutkan bahwa orang Minang berasal dariketurunan Iskandar Zulkarnaen. Mereka datang dengan perahu dan kandas didaerah Gunung Merapi yang disebut daerah Jambu Limpo. Dari sanalah kemudian menyebar ke daerah sekitarnya. Namun terdapat anggapan bahwa asal-usul orangMinangkabau bukan dari puncak Marapi melainkan dari Dong son Vietnam (H.Matias Pandoe, Kompas, (30 Desember 1985;dalam Amir M. S, 2003)).Pernyataan tersebut didasarkan pada mulai terkuaknya sejarah dengan temuan tujuh kerangka tulang manusia yang digali di bawah batu-batu menhir, di Situs Bawah Parit, Desa Mahar, Kecamatan Suliki atau Gunung Mas, Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat.


Peninggalan tradisi megalitik ini lebih otentik. Kerangka manusia itu diperhitungkan para ahli purbakala berusia 2000 tahun. Subagyo dalam (Amir M.S, 2003) menyatakan bahwa bukan tidak mungkin peninggalan batu menhir di bawah parit mewakili abad sebelum masehi, yaitu 300 tahun SM. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sekitar 5000 tahun yang lalu, nenek moyang orang Minangkabau telah bermukim di Ranah Minang dan mengembangkan adat Minangkabau.


Pada saat Agama Islam masuk pada abad ke-7, masyarakat Minagkabau telah menjadi masyarakat yang teratur, selama lebih dari 3600 tahun yang diatur oleh adatnya. Baru pada sekitar abad ke-7, Islam mulai diterima oleh masyarakatadat di Minangkabau sebagai pedoman dan pengatur hidup dan kehidupan yang baru. Sejak abad ke-7 sampai sekarang ini, pergumulan antara dua pedoman hiduporang-orang Minang masih berjalan. Hal ini disebabkan kedua pedoman hidup ini tidak sejalan dan searah. Bahkan ada kalanya bertentangan sehingga dalam masyarakat timbul gejala polarisasi, Antara kelompok yang lebih memihak antara kepentingan adat dengan golongan yang menonjolkan ketentuan agama.


Polarisasi paling terkenal yang mengakibatkan timbulnya perselisihan antara kaum adat dan agama adalah Perang Paderi. Di Minangkabau sendiri,dikenal dengan perang antara golongan hitam atau kaum adat dengan golongan putih atau kaum ulama. Disebut sebagai golongan hitam dan putih, karena pakaian yang biasa dipakai kedua kelompok. Biasanya kaum adat memakai pakaian hitam yaitu pakaian penghulu, dan para ulama memakai pakaian putih. Dalam kehidupan sehari-hari sampai sekarang banyak penghulu yang menjadi ulama, dan sebaliknya banyak pula ulama yang menjadi penghulu adat.


Pada akhir abad ke tiga belas, daerah ini diberitakan lagi dengan adanya ekspedisi Kertanegara. Pada abad ke empat belas terdapat prasasti Adityawarmandi sekitar Batu Sangkar. Pada tahun 1347 Adityawarman yang dibesarkan diKraton Majapahit memegang kekuasaan di daerah penghasil lada di lembah Batanghari. Daerah kekuasannya meluas sehingga pusat kerajaan akhirnya dipindahkan ke pedalaman Minangkabau di Pagaruyung. Dalam cerita-cerita rakyat, tambo, kaba, legenda dan mitos Minangkabau, Raja Adityawarman ini tidak pernah tercatat. Adityawarman meninggal dunia tahun 1375 dan tidak diberitakan siapa penggantinya. Baru dua abad kemudian Minangkabau diperintah seorang raja Pagaruyung Minangkabau yang beragama Islam yaitu Sultan Alif. Setelah Sultan Alif meninggal tahun 1580, tidak diketahui siapa penggantinya.


Islam masuk di Minangkabau secara bergelombang sejak abad ke-7sampai akhir abad ke-17, dilakukan melalui proses integrasi damai, disebut juga dengan istilah Islamisasi Kultural. Islam diterima dalam masyarakat tanpa membuang adat. Proses Islamisasi semacam ini berakibat adanya pencampuran antara ajaran Islam dengan aturan adat. Proses ini berjalan dalam masyarakat selama 10 abad. Hal ini berarti dalam tempo tersebut antara adat dengan agama telah terjadi kehidupan yang saling melindungi. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pepatah adat yang berbunyi:

Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Keseimbangan semacam ini berlanjut sampai pada akhir Perang Paderi 1837 (Amir M. S, 2003).


Salam Sobat Indonesia Travelers,

Irwan Hermantria


Location: Batusangkar, Lima Kaum, Lima Kaum, Tanah Datar Regency, West Sumatra 27213, Indonesia

2 comments:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

About Me

My photo
Dear Sobat Netizens, Aku terlahir di sebuah kampung kecil bernama SUNGAYANG yang berada di Sumatera Barat yg identik dengan Suku Minang, Minang memiliki ikon kerajaan berupa Istana Pagaruyung. Tak Jauh dari istana itulah aku dibesarkan dengan kearifan lokal yang sangat kental. Dan aku Bangga sebagai Orang MINANG. Beberapa perjalanan panjangku dalam mengarungi hidup membuat aku tertarik untuk berbagi di dalam blog ini.